Inilah kronologinya mengapa jusuf hamka menagih hutang Rp 179M ke Negara

jusuf hamka
Terbongkar sudah alasannya kenapa jusuf hamka menagih hutang kepada negara

Inilah kronologinya mengapa jusuf hamka menagih hutang Rp 179M ke Negara- Jusuf Hamka menggugat pemerintah atas utang ratusan miliar kepada perusahaan tol miliknya, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP). Utang itu disebut-sebut merupakan kesepakatan antara CMNP dan pemerintah atas simpanan perusahaan dan rekening giro yang ditempatkan perusahaan di sebuah bank yang dilikuidasi saat krisis keuangan 1998. 

  Sejak pemerintah melikuidasi Bank Yama, hingga saat ini utang tersebut belum terbayar. Yusuf yang akrab disapa Babah Alun mengaku telah mengupayakan masalah tersebut dengan berbagai pihak mulai dari kementerian hingga menyelesaikan masalah tersebut melalui jalur hukum di pengadilan. Tidak ada sejauh ini. 

 “Jadi tinggal mengadu ke Tuhan yang tidak mengadu. Saya mengadu ke Menteri Koordinator Kemaritiman (Luhut), Menteri Koordinator Keuangan [Airlangga], Menteri Keuangan [Sri Mulyan]. Mahkamah Agung, semua punya. Semua orang dapat jangkar," kata Jusuf saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (6/8/2023). Jadi bagaimana masalah ini dimulai? Bagaimana kronologi utang publik perusahaan tol milik Babah Alun itu? 

 Sejak krisis keuangan tahun 1998 

 Semula, utang pemerintah berasal dari deposito CMNP senilai Rp 78 miliar di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama. 

 Krisis mata uang yang dimulai di Thailand diketahui telah menyebar ke seluruh Asia Tenggara. Indonesia bahkan menjadi salah satu negara yang paling terdampak, di mana rupiah terdepresiasi hingga 75 persen. Hal ini kemudian memicu arus keluar modal yang signifikan dari Indonesia, yang mengancam akan menghancurkan perekonomian negara. 

 Hal ini tidak hanya dialami oleh masyarakat, tetapi krisis keuangan juga telah memaksa banyak perusahaan dan bank bangkrut, karena hutang dolar yang sangat besar berada di luar kendali industri utama yang menggunakan rupee. 

 Orang-orang yang menyimpan uangnya di bank juga khawatir pada akhirnya akan terjadi pelarian uang atau penarikan massal. Hal ini kemudian memaksa pemerintah turun tangan untuk mengurangi efek domino. 

 Untuk menyelamatkan perbankan dan memberikan rasa aman kepada para deposan, pemerintah akhirnya mengusulkan program penyelamatan berupa dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). BLBI adalah dana darurat yang diinvestasikan pemerintah di bank-bank swasta dan negara dari akhir 1997 hingga awal 1998. Uang itu disalurkan pemerintah setelah menutup 16 bank atas saran IMF. 

 Sesaat setelah krisis ekonomi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melaporkan dalam recovery bahwa biaya BLBI yang dibiayai pemerintah naik menjadi Rp144,54 triliun dan potensi kerugian pemerintah sebesar Rp138,444 triliun atau 95,78% dari total. biaya Dana BLBI. 

 Pada saat itu, CMNP memiliki simpanan di Bank Yama, namun perusahaan tidak mengganti simpanan tersebut karena dianggap milik Bank Yama. 

  "Pemerintah yakin kami punya hubungan dengan Bank Yama yang katanya milik Mba Tutut [Soeharto]," jelasnya, seperti dikonfirmasi CNBC Indonesia. "Dilempar-lempar" 

 Pada 2012, Yusuf menggugat pemerintah untuk kompensasi atas deposit yang belum dibayar. Akibatnya, CMNP memenangkan kasus pengadilan dan pemerintah harus membayar kewajibannya kepada perusahaan dengan bunga. 

 Namun, hingga tahun 2015, belum ada pembayaran yang dilakukan kepada perusahaan. Bahkan, Babah Alun menyebut utang pemerintah dengan bunga naik menjadi Rp 400 miliar. 

  Saat itu, Jusuf menelepon bagian hukum Kementerian Keuangan, tempat Indra Surya saat itu berada. Dia mengatakan dalam pertemuan itu Kementerian Keuangan telah meminta keringanan atas kewajiban pembayaran negara. 

 Yusuf pun setuju dan komitmen pemerintah untuk membayar hanya sekitar Rp 170 miliar dengan janji pemerintah akan membayarnya dalam waktu 2 minggu setelah penandatanganan kontrak di hari yang sama. 

 Mengacu pada protokol perjanjian pembayaran pada kop surat Kementerian Keuangan yang diperoleh CNBC Indonesia, tercatat pada 15/1/2010 Mahkamah Agung memutuskan bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan harus membayar Rp. Deposito berjangka Rp 78,84 miliar dan giro Rp 76,09 juta. 

 Pemerintah juga diperintahkan untuk membayar denda bulanan sebesar 2% atas semua dana yang diminta oleh CMNP sampai pemerintah melunasi tagihan tersebut. 

  CMNP kemudian juga sempat mengajukan permohonan teguran ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar pemerintah melaksanakan putusan inkracht tersebut. Perwakilan pemerintah kemudian bertemu dengan CMNP dan menuntut agar pembayaran hanya dilakukan dari modal, artinya tidak ada denda. 

  CMNP menentang permintaan tersebut dan meminta pemerintah untuk tetap membayar denda tersebut. Pada akhirnya, para pihak sepakat untuk membayar pokok dan denda sebesar Rp 179,5 miliar. Pembayaran akan dilakukan dalam dua tahap, yaitu. semester pertama tahun anggaran 2016 dan semester pertama 2017 masing-masing senilai Rp 89,7 miliar. 

 Meski mengangkat isu tersebut melalui berbagai pihak, klaim CMNP masih beredar. "Tapi udah 8 tahun gak dibayar. Udah dilempar sini, dilempar sana, ya akhirnya capek juga, enggak mau digaji cuma Rp 170 miliar sekarang. Hampir Rp 800." Miliar jika dimasukkan bunga, karena yang paling tinggi adalah bunga atas putusan pengadilan, kata Jusuf. 

 Jawaban dari Kementerian Keuangan 

 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku tidak mengetahui dan tidak akan menyelidiki jumlah utang negara yang ditagih pemerintah pengusaha Jusuf Hamka. 

 "Tapi saya tidak lihat, saya tidak lihat," kata Sri Mulyani saat rapat di gedung DPR Jakarta. Secara terpisah, Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membenarkan bahwa pembayaran yang diminta Yusuf adalah untuk pengembalian simpanan CMNP yang ditempatkan di Yama Bank, yang ambruk saat krisis keuangan 1998. 

 Dia mengatakan Bank Yama dan CMNP dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut Suharto. Karena hubungan antara bank dan perusahaan Jusuf, penjaminan cadangan deposito CMNP tidak mendapat jaminan negara. Akibatnya, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), badan yang dibentuk untuk merestrukturisasi perbankan, menolak permintaan pelunasan tersebut. 

 “CMNP tidak menerima keputusan BPPN, sehingga mengajukan gugatan untuk tetap mengembalikan simpanan. Tindakan CMNP diterima dan diputuskan untuk menghukum menteri keuangan untuk mengembalikan deposit," kata Prastowo dalam keterangan tertulis yang diperoleh CNBC Indonesia. 

 Dia menjelaskan, membayar uang jaminan bukan merupakan kewajiban kontraktual pemerintah kepada perusahaan tol. Sebaliknya, hakim memutuskan negara bertanggung jawab atas kegagalan Bank Yama mengembalikan simpanan perusahaan Yusuf. 

 "Oleh karena itu, negara dihukum dengan membayar APBN atas pengembalian simpanan CMNP yang disimpan di bank yang juga milik pemilik CMNP," kata Prastowo. 

 Dia mengatakan, biro hukum Kementerian Keuangan menanggapi permintaan pembayaran kepada pengacara yang ditunjuk oleh CMNP dan pihak lain yang bertindak atas nama perusahaan. Mengingat putusan tersebut menimbulkan beban keuangan negara, lanjut Prastowo, pelaksanaan putusan tersebut harus mengikuti mekanisme pengelolaan keuangan negara yang bersumber dari UU Keuangan, khususnya prinsip solvabilitas. 

 “Untuk itu, pertama-tama perlu dilakukan kajian tentang kemungkinan-kemungkinan keuangan negara untuk melindungi kepentingan umum yang dibiayai negara, dan juga kajian untuk memastikan bahwa biaya beban anggaran sesuai dengan peraturan. tentang pengelolaan keuangan negara,” jelas Prastowo.

Posting Komentar untuk "Inilah kronologinya mengapa jusuf hamka menagih hutang Rp 179M ke Negara"